BANGGAINET – Tahun 2023 ini Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah melalui Satuan Kerja Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang akan melaksanakan beberapa pekerjaan ruas jalan Provinsi di Pulau Peling Kabupaten Banggai Kepulauan (Bangkep).
Dalam situs LPSE Sulteng telah menayangkan hasil lelang beberapa ruas jalan dimaksud dengan rincian total pagu anggaran mencapai puluhan milyar.
Salah satu proyek jalan diantaranya, Rekonstruksi Jalan Ruas Sambiut – Salakan dengan nilai pagu anggaran Rp.28.556.556.500.00,-.
Adapun sumber dananya di kucurkan melalui APBDP 2022, APBD 2023 dan APBD Sulteng tahun 2024.
Melalui nilai pagu yang fantastik ini tentunya masyarakat setempat berharap agar instrumen pemerintah terkait yang mengatur leleng proyek tersebut agar seobyektif mungkin menilai dan menunjuk perusahaan yang benar-benar kredibel dan memiliki pengalaman yang tak diragukan serta ditunjang oleh peralatan yang siap pakai.
Dengan demikian evektifitas pekerjaan di lapangan dapat berjalan lancar dan membuahkan hasil baik bagi penerima manfaat dalam hal ini masyarakat Peling Kabupaten Banggai Kepulauan.
” Layaknya konstruksi jalan seperti ini tentu kesiapan AMP dan tata letaknya yang paling utama harus dipertimbangkan”, ungkap salah seorang pemerhati pembangunan, Albag.
Menurut aktifis YPB ini, mulai dari proses lelang hingga pelaksanaan proyek di lapangan hal-hal tehknis harus menjadi barometer utama dalam pertimbangan untuk mengambil keputusan. Mengingat yang di bangun ini adalah proyek jalan dengan kategori high standart.
Secara tehknis sudah barang tentu yang evektif adalah keberadaan Asphalt Mixing Plant (AMP) harus posisinya berada disekitar lokasi proyek.
” Jadi akan sangat runyam jika posisi AMP yang dimiliki kontraktor pelaksana yang ditunjuk berada di luar Peling, tentu hal ini tidak masuk akal”, imbuh Al sapaan akrab sumber ini.
Sebab katanya, secara geografis Peling merupakan daerah kepulauan jika posisi AMP letaknya berada di luar pulau tersebut tentu akan banyak memunculkan kendala tehknis dalam pengerjaan proyek di lapangan nanti.
Yang pertama katanya, pemilik perusahaan harus terlebih dahulu membuat pelabuhan khusus (jetty) melalui perizinan prosedur panjang hingga ke tingkat kementrian. Hal ini tentu akan menjadi kendala sehingga mengulur waktu untuk pelaksanaan tehknis di lapangan.
Jika tetap dipaksakan kata Al, kendala lainnya tentu akan berdampak pada kualitas material utama yaitu aspal, nanti suhu panasnya menyusut dikarenakan keterlambatan waktu dan jarak angkut.
Sementara sisi lainya yaitu kendala cuaca buruk saat material aspal hasil dari pengelolaan AMP di luar pulau itu yang diangkut melalui penyeberangan pelayaran menuju kepulauan Peling, tentu hal ini menjadi persoalan serius yang kemudian bisa saja menggagalkan proyek dan pada akhirnya hanya terbengkalai.
Jika terjadi hal seperti ini tentu yang pertama dirugikan adalah penerima manfaat dalam hal ini masyarakat Bangkep, kemudian anggaran pemerintah akan sia-sia dan nenjadi temuan dikarenakan kualitas proyek sudah tidak sesuai RAB. Jika sudah seperti itu dengan sendirinya persoalan hukum yang kemudian akan melilit kepada kalangan yang berkompoten.
” Makanya evektifnya, perusahaan yang menjadi mitra pemerintah dalam pekerjaan proyek jalan provinsi di Bangkep tersebut harus dilakoni oleh badan usaha jasa konstruksi yang memiliki AMP ditempat itu, dan saya kira Pokja ULP akan melihat objektif persoalan ini”, jelas Albag.
Sementara itu diakhir keterangannya dia berjanji bahwa lembaga sosial kontrolnya akan terus memantau hasil pelaksanaan lelang dan pelaksanaan proyek beberapa ruas jalan provinsi di daerah itu.*