SUDAH menjadi Rahasia umum jika solar subsidi menjadi langka karena kehadiran mafia penimbun.
Dengan adanya harga beda antara solar subsidi dan industri ternyata menggelitik nalar spekulasi ekonomi para cukong BBM untuk memanfaatkannya sebagai peluang sarana bisnis, dalam meraup keuntungan finansial lewat praktek perdagangan gelap.
Di Kabupaten Banggai sendiri metode bisnis melalui aksi penimbunan solar bersubsidi sudah menjadi obyek yang di bakukan oleh kalangan mafia BBM.
Sekalipun ada ancaman pidana dalam UU migas, namun bagi pelaku mengganggap hal itu tidak penting di kuatirkan. Lantas kenapa bisa demikian?
Akal bulus yang ada di otak para mafia BBM solar subsidi ini adalah, bagai mana supaya pihak-pihak yang terkait dalam pengawasan dapat diredam hingga tak bertaring, olehnya demikian usaha illegal mereka itu bisa aman terkendali alias 86.
Setoran atau upeti sudah barang tentu merupakan sarana jitu yang dapat membutakan mata serta menulikan telinga, sehingga pengawasan yang ketat hanya berlaku sebatas wacana ancaman yang bertiup seperti angin lalu.
Secara ekonomis memang keuntungan dari penjualan penimbunan solar bersubsi yang dijual ke perusahaan besar di bidang pertambangan tentu sangatlah menggiurkan. Selain permintaan dengan jumlah besar transaksinya berkelanjutan dengan interpal waktu yang panjang. Apalagi konsumenya itu beroperasi dalam kontrak karya puluhan tahun, sudah barang tentu ini merupakan lahan empuk bagi mafia BBM solar illegal ini.
Dengan pisisi itu jelas, rakyat selaku penerima manfaat penerintah hanya akan terus meratapi setiap tetesan hak-haknya yang terabaikan, akibat diamputasi oleh ulah permainan kotor mafia solar yang bisa jadi bekerja sama dengan oknum aparat.**