BANGGAINET – Untuk tahun 2023 Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah hingga Kabupatennya tengah disibukan dengan kegiatan melelang proyek (tender-red) kepada badan usaha jasa konstruksi (kontraktor).
Seperti biasa dalam data LPSE provinsi maupun kabupaten di Sulteng, proyek jalan masih diurutan papan atas yang banyak menyedot anggaran negara/daerah, untuk dibagikan kepada kontraktor melalui kompetisi tender.
Ketika berbicara kompetisi tentunya wasit adalah penentunya, sehingga kalangan yang berada di posisi itu harus benar-benar netral alias tidak memihak pada kompetitor tertentu.
Kembali ke lelang proyek, tentu peran ULP/Pokja yang bertugas melakukan koreksi dan analisa terhadap dokumen penawaran oleh setiap perusahaan kontraktor, adalah wasit yang diandalkan. Dengan demikian mereka harus benar -benar mengoreksi secara obyektif sebelum memutuskan pemenang pemegang kontrak melalui situs LPSE.
Berdasarkan data yang dikutip melalui situs LPSE untuk anggaran provinsi, di Kabupaten Banggai Kepulauan mendapat jatah rekonstruksi ruas Sambiut-Salakan dengan nilai pagu 28 milyar lebih. Jika menelisik keberadaan perusahaan pemenang lelang terlihat jelas obyektifnya peran ULP/Pokja dalam penilaian memenangkan rekanan tersebut, sebab dari haril penelusuran banggainet.com ternyata benar bahwa perusahaan pemenangnya memiliki Asphalt Mixing Plant (AMP) yang sangat bersyarat di kepulauan tersebut.
” Yang menjadi keraguan kami justru pada 5 paket proyek jalan yang menggunakan sember dana DAK dan juga ada DAU Kabupaten Banggai Kepulauan”, ujar seorang pemerhati pembangunan, Albag pada media ini.
Menurut aktifis YPB itu, spesifikasi jalan akan terealisasi dengan baik manakala ditunjang dengan keberadaan AMP yang letaknya berdekatan dengan lokasi proyek. Jika posisi AMP yang dimiliki perusahaan yang dimegangkan untuk mengrjakan proyek jalan di peling letaknya AMP nya jauh semacam letaknya di seberang pulau daerah lain daerah itu tentu sangat tidak masuk akal.
” Kita tau bersama jika di kepulauan peling kabupaten bangkep itu hanya ada satu AMP yang bersyarat secara legalitas dan memenuhi standar spesifikasi ketentuan tehknis”, ujar Al sapaan akrab sumber ini.
Lantas jika kita melihat tayangan situs LPSE Kabupaten Banggai Kepulauan terhadap pemenang lelang yang kini masih menunggu penetapan sebagai pemenang pemegang kontrak, tentu perlu ada kajian rasional tentang sarana AMP nya
” Ada namun hanya sebatas dokumen jaminan atau antara ada dan tiada yang jelasnya, ada atau tidak? gitu loh”, tanya Al.
Sebab katanya, di kepulauan peling Bangkep itu kalau tidak salah katanya, hingga sekarang ini baru hanya ada satu AMP yang ready, milik perusahaan yang kini telah tayang sebagai pemenang lelang jalan provinsi untuk paket banggai kepulauan yang tertera di di situs LPSE Sulteng, dengan demikian sarana AMP nya akan digunakan sendiri alias tidak di persewakan.
” Lantas dimana letak AMP nya para rekanan yang menjadi pemenang lelang untuk proyek jalan DAK dan DAU Bangkep, apa itu ada di luar pulau peling? Jika memang AMP nya di luar pulau peling jelas ancaman kendala jarak dan waktu akan menjadi permasalahan dalam mewujudkan kualutas jalan yang dibangun”, tekan Al.
Dijelaskannya, kenapa harus ada kejelasan terhadap keberadaan AMP yang ready? Karena yang perlu diingat bahwa kesempurnaan dalam pelaksanaan proyek jalan intinya bertumpu pada peralatan penujang yakni AMP dan mobilisasi yang lancar.
Makanya pemerintah melalui kementrian PU/PR selalu menandaskan bahwa layaknya penggunaan AMP harus berada dilokasi terdekat proyek.
” Sekalipun pemenang lelang proyek memiliki AMP tapi kalau AMP nya tidak bersyarat dalam evektifitas kerjanya, tentu akan berdampak pada menurunya kualitas sarana jalan yang dibangun”, terang Al.
Sebab, jika AMP lokasinya jauh dari ketentuan jarak dan waktu yang dipersyaratkan, semisal proyeknya ada di kepulauan peling kabupaten Bangkep sementara lokasi AMP ada di Kabupaten Banggai Laut Banggai, dimana rasionalnya?
Jelas ketika mengacu pada ketentuan aturan tehknis aspal yang di produksi melalui AMP harus dijaga tempratur agar tetap layak digunakan dalam proyek.
Jika produksi aspal dari AMP tidak layak guna dan terus dipaksakan, tentu hal ini akan menjadi temuan sehingga konsekwensi hukum melilit Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang notabene bertanggung jawab mengeluarkan kontrak sekaligus melakukan pengawasan hingga proyek terealisasi sesuai ketentuan yang di persyaratkan.
“Ingat aspal yang diolah AMP itu temperatur suhunya harus terjaga normal dan ada hitunganya loh, tidak asal hampar saja dengan fhiniser”, terang sumber.
Menurut dia, hitungan terkait krateria temperatur yang layak nantinya akan dijadikan alat komplain manakala pemenang proyek-proyek yang tanpa kejelasan peralatan ini terus dipaksakan menjadi pemenang pemegang kontrak.
“Kami sudah mengantongi beberapa nama perusahaan yang mengerjakan proyek jalan dengan anggaran milyaran melalui DAK dan DAU APBD bangkep itu. Kedepan dalam pelaksanaanya nanti akan dipantau ketat. Untuk itu PPK harus hati-hati mengeluarkan kontrak terhadap pemenang pagu penawaran lelang, jangan nanti dikemudian hari PPK menjadi sasaran terjebak dalam konsekwensi hukum”, bebernya.
Sementara untuk penegak hukum setempat diharapkan koperatif untuk menjalankan fungsinya dengan baik, sebab diketahui bersama bahwa konsen KPK saat ini lebih tertuju pada penanganan pencegahan terhadap kerugian keuangan negara. Jadi jika terlihat ada indikasi penyimpangan segera bertindak untuk mencegahnya, supaya nantinya tidak memunculkan imets negatif dari masyarakat bahwa lembaga hukum yang berkompoten terkesan hanya tutup mata manakala muncul dugaan konspirasi kong kalingkong dalam pengadaan barang dan jasa milik penerintah.*/